
Jakarta – Kasus suap yang menjerat oknum pejabat/birokrat marak kami saksikan di layar televisi. Artinya, kondisi bangsa Indonesia melakukan tidak baik-baik saja; ketahanan nasional melakukan terusik jawaban ulah si oknum yg berakrobat dan memperdagangkan kewenangannya bagi menjangkau ambisi segepok duit dan barang. Tentu saja, praktik suap semacam itu mulai berpengaruh kepada kelancaran republik ini dan menghancurkan tatanan aturan serta perkembangan ekonomi yg sanggup merapuhkan ketahanan nasional.
Suap yaitu penyakit kronis dan menular bangsa ini yang mesti secepatnya diamputasi tanpa ampun. Perbuatan suap ialah kejahatan kerah putih (white colour crime) yg melibatkan orang-orang berintelektual tinggi. Ilmu wawasan dan pengaruh yang semestinya diwakafkan untuk kepentingan forum dan bangsa justru dipertaruhkan demi syahwat duniawi. Pejabat/birokrat yang semestinya menjadi teladan dan teladan buat penduduk justru mempertontonkan adegan kebiadaban yang tidak bagus dilihat publik di tengah himpitan hidup di ketika ini.
Berani Melaporkan
Praktik suap yang dijalankan secara sembunyi dan kedap akan terungkap apabila publik ikut ikut serta aktif dengan cara berani melaporkan oknum tersebut ke pihak berwenang. Dalam konteks bernegara, publik dihentikan membisu bermalas-malasan menyaksikan kemungkaran praktik suap yang terjadi di sekelilingnya lantaran membisu menyaksikan kemungkaran merupakan selemah-lemahnya iman. Publik yang akal-akalan “tutup mata dan tak tahu” atas praktik penyuapan merupakan dosa jariyah atas bangsa ini.
Oleh lantaran itu, publik mesti mengambil belahan dalam konteks penegakan dan pencegahan praktik suap sehingga praktik suap minim terjadi di arena birokrasi Kementerian/Forum. Salah sesuatu partisipasi publik dalam merealisasikan birokrasi yang higienis yaitu berani lapor. Nyali buat melapor mesti diinjeksi ke dalam badan warga negara agar berani melaporkan praktik-praktik suap lewat akses yg tersedia.
Baca juga: Tanggal 27 Oktober Memperingati Apa? Ada Hari Listrik Nasional
Dengan menghasilkan laporan, setidaknya Kementerian/Lembaga terbantu buat mengambil langkah strategis guna mendeteksi dini praktik immoral yang hendak terjadi. Publik tak perlu khawatir atau takut kepada retaliasi dari oknum lantaran ganjaran jihad anti penyuapan jauh lebih besar dibandingkan dengan risiko yang dialami.
Sanksi Mati
Salah sesuatu penyebab praktik suap masih terjadi di bangsa ini yaitu bahaya eksekusi belum memamerkan rasa takut dan jera kepada oknum pelaku suap. Hukuman mati yg jarang terlaksana dalam problem suap telah semestinya dihidupkan kembali agar oknum yang bertujuan melakukan suap mengurungkan kembali niatnya lantaran intinya insan itu takut mati dalam kondisi berdosa.
Hukuman mati kepada pelaku suap patut diapresiasi mengingat pengaruh penyuapan begitu besar; penduduk kian sukar dan sengsara, reputasi forum hancur, ekonomi amburadul, dan ketahanan nasional akan rapuh. Oleh lantaran itu, tak ada alasan logis yg sanggup mengendorkan pidana penyuapan dan tak ada pembenaran untuk melindungi oknum tersebut.
Sanksi mati yg ialah instrumen efektif dalam menekan praktik suap nyatanya masih memperoleh kritik keras dari kancah internasional dan pemerhati hak asasi manusia. Hukuman mati seolah-olah berbeda dengan hak hidup seseorang yang asali padahal kejahatan suap berpengaruh jauh lebih mematikan dan menyantap jumlah korban yg lebih besar.
Menghukum mati sesuatu pemain suap/koruptor kelas kakap dan menyelamatkan ribuan orang lebih maslahat dibandingkan dengan menyelamatkan nyawa satu pemain suap/koruptor dan mematikan ribuan orang secara pelan-pelan. Artinya, kejahatan praktik penyuapan sungguh berpengaruh sistemik bagi kelancaran hidup sebuah negara. Jika eksekusi kepada pelaku penyuapan “bisa cincai”, tunggulah kehancuran sebuah negara.
Menggerogoti Tubuh Bangsa
Salah sesuatu komponen ketahanan nasional yaitu hilangnya praktik Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) dalam berbangsa dan bernegara, lantaran praktik KKN perlahan menggerogoti badan bangsa ini. Kajian ketahanan nasional semestinya menjadi kurikulum wajib bagi setiap kandidat pejabat dan birokrat. Mereka yang mengaku nasionalis, menyanyikan lagu Indonesia Raya setiap kegiatan ternyata tidak merembas di dalam jiwanya. Mereka menggadaikan jabatan dan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Apapun ceritanya, praktik suap merupakan kejahatan sistemik dan tak patut dijalankan oleh seorang pejabat/birokrat.
Oknum penyuapan telah menghancurkan ketahanan nasional di segala bidang. Siapapun oknumnya yang sudah melakukan praktik suap, mereka yaitu lawan bareng bangsa Indonesia yang wajib diperangi. Kohesi sosial yang semestinya membentuk penduduk madani dan makmur hancur lebur di saat oknum penyuapan mulai genit menunjukkan instruksi seruan sementara publik dihadapkan dengan keadaan tidak ada opsi lain. Kejahatan hebat ini (extra ordinary crime) mesti ditumpas habis ke akar-akarnya secara kolektif kolegial, kalau kita ingin menyaksikan Ibu Pertiwi berkibar pada masa yang hendak tiba.